Photo taken from Yahoo news
Heboh, gegap gempita, video mesum yang diduga diperankan Luna Maya, Ariel dan Cut Tari masih saja riuh gemuruh di media massa hingga kini. Tak tahu kapan ujung akhirnya. Malah sekarang ini justru tambah seru perbincangan atau perdebatannya di level atas mulai dari pengacara, pakar it dan telematika, pengacara, LSM, ormas, DPR, mentri bahkan sampai ke RI satu.
Pengungkapan dana simpanan di safety box yang jumlahnya fantastis oleh polisi diluar korupsi Gayus yang 28 miliar rupiah dan kemungkinan masih adanya simpanan lainmya tak membuat media focus ke kasus ini tapi lebih cenderung menyoroti kasus video mesum yang jelas-jelas tidak produktif dan menguras energi bangsa. Padahal sulit dibayangkan seorang Gayus yang motabene PNS gol 3A, bisa seperti itu, so bagaimana pegawai-pegawai yang gol kepangkatannya di atasnya ditempatnya ia bekerja? mungkinkah tidak kecipratan or paling tidak mengetahu sepak terjangnya? — sangat muskil ia bekerja sendirian.
Apa mau dikata pers punya pedoman sendiri ‘Bad News is Good News’ katanya. Kalau anjing menggigit manusia itu bukan berita tapi kalau manusia menggigit anjing nah ini baru berita. Apalagi yang jadi berita bukan anjing tapi Luna Maya seorang public figur …. wouu jadi santapan rohani mereka. Itulah pers.
Kayaknya heboh video mesum ini akan semakin ramai dan semakin ramai karena para pelaku di video itu menurut mata batin rakyat Indonesia menyakini bahwa 100 prosen adalah mereka. Betapa tidak? kalau bukan mereka logikanya pasti mereka buru-buru melaporkan polisi begitu video yang diduga mereka menyebar di dunia maya — kalau namanya dicemarkan oleh seseorang dan menuntut polisi menyelidikinya. Tapi yang terjadi malah sebaliknya mereka ngumpet, pelit bicara, dan mau datang ke polisi setelah beberapa kali dipanggil. Entah kedatangannya karena ancaman salah satu ormas atau kesadarannya sendiri (saya baca di Yahoo news kalau polisi dalam waktu 3 hari tak bisa menangkap pelaku-pelaku video mesum, maka mereka yang akan bertindak!).
Sehabis mereka memenuhi panggilan kepolisian, justru masalahnya semakin tidak jelas. Ketika wawancara dengan Pak Karni dari TVone — Inilah poin-poin yang yang saya tangkap. Poin 1, mereka tidak mengakuinya dan tidak meminta maaf dari kasus yang ditimbulkannya. Poin 2, justru mereka menjadi korban. Poin 3, itu ranah privasi atau pribadi. Poin 4 kasusnya di kembalikan ke proses hukum untuk tidak mau mengakuinya. Poin 5, malah mengarahkan persoalan mereka ke kasus lain yaitu ke para pengedar, penyebarnya. Kasihan Warnet, murid sekolah, yang jadi sasaran razia, Poin-poin itulah yang bikin rakyat semakin geram terhadap mereka. Himbauan pak mentri bagi para pelaku untuk kooperatif dengan menjawab yes or no tak kunjung datang. Jawaban yang ditunggu adalah or alias mengambang alias abu-abu antara ya mengakui apa tidak. Inilah poin krusial bagi para pelaku video mesum.
Penggunaaan pengacara justru semakin mengaburkan persoalan utamanya. Dengan kepiawaian berbicara dengan dalil-dalil hukum yang dibawa, tampak jelas kasus ini akan diarahkan kemana. Silat lidah, berkelit, memanfaatkan celah, loop hole atau ngulur-ngulur waktu adalah jurus-jurus yang diterapkan menghadapi kasus ini. Anggapannya masyarakat tidak dirugikan bahkan mereka yang menjadi korban kayaknya yang dikedepankan ujung ujungnya mereka nantinya tidak bersalah. Ini masalah moralitas, etika, susila, tata nilai, sopan santun, kepatutan, kepantasan. Apa yang dipertontonkan di video jelas merusak moral. Tuntutan publik jelas, kejujuran. simple. mengakui atau tidak. Ini resiko publik figur, Tengoklah contoh-contoh kasus yang menimpa bintang film Hong Kong, atau Bill Clinton, atau Maria Eva, atau Bandung Lautan Api, pegolf Tiger Woord. Toh akhirnya bisa berlalu…. dengan mengakui dan meminta maaf.
Karena dianggap kejahatan susila, dimensinya tatanan sosial itu sendiri. akibatnya ya hukum sosial yang berbicara, jika kasusnya tidak selesai-selesai jangan disalahkan kalau ada yang main hakim sendiri dan itu sudah mulai terjadi misal daerah yang tidak mau ditempati mereka, pencekalan, dsb. apalagi kalau di dalam agama pelaku zina (ini pak Ustad yang bicara) bukan dengan istrinya atau suaminya bisa dikubur setengah badan lalu ramai-ramai orang menimpukinya. Mendekati zina saja sudah dosa apalagi melakukannya. Tapi bangsa ini tak sampai setega itu istilahnya permissive. So berbicaralah yang sebenarnya ….
Sebelum kasus ini, Luna Maya berseteru dengan mass media dengan mengatakan lewat tulisan di dunia Maya bahwa wartawan infotainment perilakunya lebih dari seorang pelacur. Kasus ini juga bikin heboh di media massa tapi kecenderungan publik lebih bisa memahami kepadanya karena dari tanyangan tv kejadiannya saat ia mengendong anak Ariel yang lagi tidur dan dikejar-kejar wartawan. Dari situlah ia mengungkapkan uneq2nya di dunia maya. Saat itu publik menganggap masalah privasi disamping itu ada juga insan pers yang membelanya. Toh Luna Maya juga tak berbicara dan meminta maaf soal ini seperti yang dituntut wartawam media. Meskipun kasusnya sudah selesai, entah penyelesaiannya kayak apa. Tapi kini rasa-rasanya sulit ada yang membelanya karena menyangkut masalah moral bangsa kecuali pembela yang disewanya. Lagi-lagi ddunia maya yang menjerat Luna Maya.
Recent Comments